Wednesday 11 September 2013

Sejarah Sang Pembebas Kota Suci : Salahuddin Al-Ayyubi

Siapa yang tak kenal dengan nama kota Jerussalem, Kota yang melahirkan banyak orang-orang militan dalam perjuangan Islam ini ternyata punya kisah panjang dalam sejarah. Masjidil Aqsa, kiblat pertama umat Islam pun ada di kota mulia ini, sebelum akhirnya berpindah ke tanah suci Makkah, menghadap Ka'bah. Dari kota ini pula Rasulullah memulai perjalanan Isra' Mi'rajnya ke Sidratul Muntaha. Dalam sejarah keagamaan, kota ini juga dianggap suci oleh tiga agama samawi. Bagi umat Islam sudah jelas mengapa kota ini dianggap suci, karena masjid Aqsa persinggahan Rasulullah ada di sana. Bagi umat Nasrani, kota ini juga dianggap bersejarah karena berdekatan dengan kota Bethlehem tempat lahir Nabi Isa. Sedang bagi kaum Yahudi, kota ini dipercaya sebagai tempat berdirinya istana Nabi Sulaiman zaman dahulu kala. Haikal Sulaiman, begitu mereka menyebutnya. Jauh sebelum Shalahuddin Al Ayyubi lahir, kota ini makmur dalam daulat pemerintahan Islam. Khalifah Umar bin Khattab berhasil merebut kota ini dengan damai dan hampir tanpa pertumpahan darah. Uskup Agung Sophronius pemegang tampuk kekuasaan Jerussalem kala itu, meminta Khalifah Umar mengambil alih kekuasaan. Berabad-abad lamanya Jerussalem menjadi kota dambaan. Tak ada hak yang dilanggar, dan tak satupun kewajiban ditinggalkan tanpa mendapat sangsi. Semua peraturan berjalan dengan adil, penduduk makmur dan sejahtera. Semua pemeluk agama bebas melakukan ibadahnya masing-masing tanpa khawatir diganggu atau ditindas kaum mayoritas. Kaum Nasrani seluruh dunia bebas keluar masuk Jerussalem untuk melakukan ibadah agama mereka di Bethlehem, begitu juga orang-orang Yahudi. Pendeknya tak ada satu pun yang diganggu. Bahkan tak jarang orang-orang Nasrani dari Eropa datang dengan jumlah yang besar dalam iring-iringan panjang bersenjata lengkap bak pasukan perang. Bak kata pepatah, dikasih hati minta jantung, diberi kebebasan mereka kian kurang ajar. Dengan rombongan besar, kaum nasrani kerap kali mencelakai penduduk dan orang-orang muslim yang kebetulan mereka temui di perjalanan. Tercatat pada tahun 1064, 7000 orang yang bergabung dalam rombongan untuk beribadah itu telah menyerang orang-orang Arab dan Turki. Lebih jauh dari itu, para pemimpin agama mereka malah mengobarkan semangat untuk membebaskan Jerussalem dari pemerintatah Islam pada kemudian. Adalah Patriach Ermite, seorang pendeta yang getol sekali menyebarkan hasutan dan tak henti-hentinya memprovokasi orang Nasrani untuk membalas dendam serta merebut kembali kota Jerussalem. Dengan menunggang keledai dan memikul salib besar ia menjelajah Eropa dan mengabarkan, bahwa di Jerussalem umat Nasrani telah dianiaya. Dengan pakaiannya yang compang-camping ia berkhutbah dari gereja ke gereja, dari satu kota ke kota lainnya, bahwa kubur Nabi Isa telah diinjak-injak dan umat Kristen telah dihina oleh muslim Jerussalem. Kontan saja, mendengar kabar bohong yang demikian, semangat juang kaum Nasrani membela agamanya berkobar dengan segera. Tak peduli perampok, tak peduli pencuri semua mengangkat senjata untuk membela. Dana-dana dikumpulkan, senjata-senjata diasah tajam dan perang suci pun diumumkan. Lebih dari itu, Paus Urbanus II mengumumkan akan memberikan ampunan dosa bagi siapa saja yang ikut berperang. Siapa yang tak ingin ikut berperang jika jaminannya terbebas dari dosa turunan yang selama ini mereka emban. 15 Agustus 1095 adalah hari yang ditentukan untuk memberangkatkan pasukan Salib ke Timur Tengah oleh Paus Urbanus II. Lagi-lagi pendeta Patriach Ermite menghasut rakyat, "Hari yang ditentukan terlalu lama," katanya. Ia tak sabar untuk segera menghancurkan Islam. Akhirnya dengan membawa 60.000 pasukan, Pendeta Ermite memimpin penyerbuan. Di tengah jalan, kaum tani dan orang awam datang bergabung, dan hampir semua tempat yang dilalui pasukan itu selalu menyumbangkan tenaga-tenaga mudanya untuk berperang suci. Sehingga jumlah pasukan yang menyerbu lebih awal sebanyak membengkak menjadi 200.000 orang. Sepanjang perjalanan mereka membuat huru-hara, pasukan diizinkan untuk merampok, memperkosa dan membunuh orang yang mereka temui, dimana saja. Meski demikian sepanjang jalan pasukan salib selalu dieluk-elukan. Tapi ketika mereka tiba di Hongaria dan Bulgari, sambutan yang mereka tak seperti biasanya. Penduduk bersikap biasa saja, bahkan acuh pada mereka. Hal ini ternyata membuat sebagian besar pasukan salib kecewa dan marah, lalu menyerang penduduk Hongaria, juga Bulgaria. Tapi penduduk setempat tak tinggal diam, mereka pun angkat senjata melakukan perlawanan, peperanganpun tak terelakkan. Dari jumlah 200. 000 orang, hanya 70.000 saja yang tersisa untuk melanjutkan perjalannya menuju Timur Tengah, sedang yang lainnya menemui nasib binasa. Ekspedisi pasukan salib pertama yang dipimpin oleh sang pendeta yang tak tahu strategi kancah laga, akhirnya tumpas tak tersisa. Hal ini kian membuat pasukan salib yang belum berangkat kian membara dendamnya. Pasukan salib kedua pun tercipta, dengan dipimpin oleh anak-anak Raja Godfrey dari Perancis, mereka mengumpulkan pasukannya di Konstantinopel. Bak banjir bandang mereka datang menyerbu wilayah-wilayah yang berada dalam daulat pemerintahan Islam. Daerah-daerah Islam yang memang tak memiliki pasukan perang dalam jumlah besar, hampir dengan mudah mereka kalahkan. Setelah bertempur sekian lama dan menghadapi pejuang-pejuang Islam yang pantang menyerah, akhirnya pasukan salib berhasil juga merebut kota Jerussalem dengan banjir darah. Pertengahan bulan Juli tahun 1099 kota Jerussalem mutlak dikuasai pasukan salib yang membabi buta. Seperti kerasukan setan mereka membunuhi siapa saja yang beragama Islam. Tak peduli anak-anak, orang tua dan perempuan, asal Islam tak ada ampunan. Tak hanya itu mereka juga membantai kaum Yahudi dan Nasrani yang tak mau bergabung dengan pasukan salib. Mereka telah lupa daratan, berperang dengan biadab. Seorang sejarawan Perancis dalam sebuah karyanya menuliskan, "Orang-orang Kristen pada tahun 1099 saat penaklukkan kota Jerussalem membantai orang-orang Islam di jalan-jalan dan di rumah-rumah. Jerussalem tak punya tempat lagi bagi orang-orang yang kalah." 
  • Lahirnya Sang Panakluk

Jatuhnya kota suci Baitul Maqdis ke tangan pasukan salib seperti halilintar yang menyambar para pemimpin Islam. Kota suci yang telah 500 tahun berada dalam naungan Islam, kini terampas. Dengan ribuan korban menjadi tumbal. Darah-darah yang menggenangi sudut-sudut kota, seakan tak hendak hilang aroma anyirnya. Hari itu, Jerussalem benar-benar tumpas. Maka berkumpullah para ulama dan khalifah seluruh jazirah Arab. Mereka tak menyangka Jerussalem jatuh ke tangan pasukan salib. Kemudian terkumpullah beberapa kalifah negara Islam yang bersedia menyatukan kekuatan untuk merebut kembali Baitul Maqdis. setelah 40 tahun pasukan salib menduduki kota suci, Baitul Maqdis, lahirlah seorang bocah yang diberi nama Shalahuddin Al Ayyubi. Ayahnya, seorang pahlawan kota Syria, Najmuddin Ayyub. Salahuddin yang lahir tahun 1138 itu mempunyai seorang paman, panglima perang kerajaan Syria, Asasuddin Syirkuh. Dari kedua orang itulah Salahuddin mendapat gemblengan. Ayahnya dengan tegas mengajarkan agama, sedangkan pamannya dengan keras mendidiknya dalam ilmu keprajuritan. Pada usianya yang masih belia, Salahuddin kerap kali ikut turun ke kancah laga menemani pamannya. Pada tahun 1154, Panglima Asasuddin dan tentaranya berhasil merebut Damsyik yang kala itu dikuasai oleh pasukan salib. Kala itu, Shalahuddin masih berusia 16 tahun. Tapi ia sudah memanggul pedang dan senjata turun ke medan laga menegakkan daulat pemerintahan Islam. Karirnya sebagai prajurit kian hari kian mantap. Saat usianya menginjak 25 tahun, bersama pamannya ia menaklukan dinasti Fatimiyah di Mesir. Daulat Fatimiyah yang beraliran Syi'ah itu tunduk. Nama Asasuddin Syirkuh, paman Shalahuddin pun kian melambung sebagai pahlawan kebanggaan. Salahuddin Yusuf bin Ayyub (Saladin) yang kemudian terkenal sebagai Salahuddin al-Ayyubi adalah salah seorang panglima perang dan penguasa Islam selama beberapa abad di tengah kaum Muslimin. Ia banyak melakukan penaklukan untuk kaum Muslimin dan menjaga tapal batas wilayah-wilayah Islam dalam menghadapi agresi orang-orang Kristen Eropa. Buntut dari pengepungan Kairo yang dilakukan oleh orang-orang Kristen, Asaduddin Syirkuh paman Salahuddin beserta enam ribu pasukan dikirim ke Mesir dan Salahuddin al-Ayyubi juga termasuk dari pasukan tersebut. Dengan datangnya Salahuddin, orang-orang Kristen angkat kaki dari Mesir dan demikianlah bagaimana proses kedatangan orang-orang Ayyub di Mesir. Asaduddin Syirkuh wafat setelah dua bulan kedatangannya di Mesir dan Salahuddin al-Ayyubi mengambil alih posisinya sebagai panglima dan gubernur Mesir. Konsekuensi pengalihan kekuasaan ini, membuat pengaruh dan kekuasaan Khalifah Bani Fatimiyah semakin berkurang dan yang tersisa hanyalah namanya saja sebagai penguasa. Hingga beberapa tahun setelahnya, Salahuddin pada khutbah-khutbahnya menggantikan nama Khalifah Abbasiyah sebagai ganti nama Khalifah Fatimiyah dan demikianlah pemerintahan Bani Fatimiyah di Mesir menyerahkan kekuasaannya kepada pemerintahan Ayyubi. Salahuddin sangat menentang orang-orang Syiah Mesir dan dengan menghancurkan simbol-simbol dan syiar-syiar Syiah, ia berusaha memberangus Syiah hingga ke akar-akarnya. Ia terkadang bersikap toleran dengan orang-orang Kristen namun bersikap tegas dan keras dalam menghadapi orang-orang Syiah. Salahuddin berusaha keras menyebarkan fikih Syafi'i dan menyebarluaskan mazhab Syafi'I sebagai ganti mazhab Syiah Ismaliyyah. Popularitas Salahuddin intinya berpulang pada kiprahnya pada pelbagai peperangan Salib. Salahuddin banyak mencetak orang-orang hebat di pelbagai kota dan menguatkan pondasi-pondasi pemerintahannya sehingga orang-orang Eropa tidak mampu berbuat macam-macam. Dari sisi lain, ia menyerang kota-kota yang diduduki oleh orang-orang Eropa dan menaklukkan kota-kota tersebut serta menangkapi orang-orang Eropa atau mengusir mereka dari kota-kota tersebut. Salahuddin banyak menduduki kota-kota dalam tempo kurang dari lima tahun. Namun puncaknya adalah penaklukan Baitul Muqaddas. Salahuddin dengan penaklukkan Baitul Muqaddas dari tangan orang-orang Kristen mampu mencetak dirinya sebagai orang terkenal pada dunia Islam. Salahuddin Yusuf bin Ayyub bin Syadzi yang kemudian setelah itu terkenal sebagai Salahuddin al-Ayyubi (orang-orang Eropa menyebutnya sebagai Saladin), merupakan salah seorang panglima perang dan jenderal dalam sejarah Islam. Ia banyak melakukan penaklukan untuk kaum Muslimin dan menjaga tapal batas wilayah-wilayah Islam di hadapan agresi orang-orang Kristen Eropa yang akan kita bahas bersama pada kesempatan ini. Najmuddin Ayyub adalah ayah raja-raja Ayyub yang hidup di Tikrit dan Salahuddin Ayyubi juga lahir di kota tersebut. Ia tinggal di kota ini suku Kurdi ini dan keluarga Ayyubi adalah termasuk sebagai salah satu kaum pada suku Kurdi. Namun karena dominasi bangsa Arab pada masa itu sehingga mereka kurang dikenal sebagai suku Kurdi. Hal ini disebabkan oleh karena pada masa itu bangsa-bangsa selain Arab sebagai bangsa khusus yang memiliki kekuasaan. Najmuddin Ayyub hidup pada masa Imaduddin Zanggi penguasa kota Balbak (Ba'labak, Libanon Selatan). Salahuddin semenjak kecil sangat gemar mempelajari strategi dan teknik berperang, khususnya bermain pedang dan berperang dengan pisau. Pada akhirnya Salahuddin menguasai seni berperang ini. Kemungkinan besar, Salahuddin telah mengenal fikih Syaf'i semenjak masa kecilnya; mazhab fikih yang kelak ia usahakan penyebarannya. Salahuddin tentulah seorang Sunni fanatik dan bermazhab Syafi'i. Tatkala berhasil merebut kekuasaan di Mesir, Salahuddin berusaha keras untuk menyebarkan mazhab ini dan menjadikanya sebagai mazhab resmi menggantikan mazhab Syiah yang akan kami jelaskan nantinya. 

  • Masuknya Salahuddin ke Mesir dan Akhir Pemerintahan Bani Fatimiyyah

Mengatur Strategi Perang
Orang-orang Kristen pada awal-awal tahun perang Salib mampu menaklukkan banyak daerah yang didiami oleh masyarakat Muslim dan penaklukan ini telah banyak memompa semangat mereka sehingga tertanam keinginan untuk menaklukkan Kairo, ibu kota pemerintahan Bani Fatimiyyah. Pasukan besar orang-orang Kristen bergerak ke arah kota Kairo dan merebut, merampas dan membunuh orang-orang yang tinggal daerah-daerah yang terdapat dalam lintasan perjalanan menuju Kairo di antaranya kota besar Belbeis (Mesir). Pada akhirnya mereka sampai di Kairo dan mengepung kota Kairo. Al-'Adhid yang merupakan Khalifah Bani Fatimiyyah memerintah di tempat itu meminta bantuan dari pemerintahan Bani Abbasiyah. Ia meminta kepada pemerintahan Abbasiyah untuk mengirim bala tentara untuk berperang dengan pasukan orang-orang Kristen. Al-'Adhid mengetahui dengan baik bahwa tanpa bantuan, ia tidak memiliki kekuatan untuk menghadapi orang-orang Barat. Karena itu ia memutuskan supaya Asaduddin Syirkuh panglima besar dan paman Salahuddin untuk memimpin pasukannya menuju Kairo. "Asaduddin dengan enam ribu bala tentara bergerak menuju Mesir dan sebelum bergerak, ia memenuhi segala kebutuhan bala tentaranya. Ia memberikan dua puluh Dinar kepada setiap prajuritnya. Terdapat sekelompok orang juga yang berkhidmat kepadanya dan Salahuddin Yusuf bin Ayyub bersama ayahnya Ayyub saudara Syirkah ikut serta bersamanya. Setelah bala tentara tersebut mendekat ke Kairo, Eropa menarik pasukannya dan kembali ke kotanya. Syirkuh pada pertengahan tahun tersebut memasuki kota Kairo. Al-'Adhid Lidinillah Khalifah Bani Fatimiyyah memberikan penghargaan kepadanya dan ia dan bala tentaranya ditempatkan pada satu tempat yang khusus." Ternyata di mana-mana orang sakit hati dan iri selalu ada. Kedudukan dan kemenangan yang diraih Asasuddin membuat seorang pembesar kerajaan Syria, Wazir Shawar sakit hati. Ia tak rela Syirkuh menjadi besar dan berpengaruh. Maka dengan diam-diam ia mendekati pasukan salib dan meminta bantuan pada penguasanya kala itu, King Almeric. Dan terjadilah pertempuran besar antara pasukan salib dengan pasukan Asasuddin. Tapi sayang, karena pasukan salib berjumlah sangat besar, Asasuddin dan shalahuddin pun dapat di kalahkan. Setelah menerima syarat-syarat perdamaian dari pasukan salib, Asasuddin dan Shalahuddin pun diusir ke Damsyik. Mendengar persekongkolan yang terjadi, raja Syria, Emir Nuruddin Zanki marah besar pada sang Wazir. Dengan kekuatan gabungan para khalifah Islam mengirimkan pasukan untuk dipimpin kembali oleh Asasuddin dan Shalahuddin Hukuman untuk pengkhiatan akan dijatuhkan. Kali ini pasukan salib di bawah komando King Almeric berhasil dikalahkan. Shawar yang hanya mempunyai sedikit pasukan pun bisa ditaklukkan. Mereka terusir dari tanah Mesir tanpa muka alias dipermalukan. Kelak, suatu hari ketika Shalahuddin melakukan ziarah, dalam perjalanannya ia bertemu dengan wazir pengkhianat Shawar. Tawanan dibawa kembali untuk diadili dan dijatuhi hukuman. Setelah itu, khalifah Al Adhid mengangkat Shalahuddin sebagai panglima perang menggantikan pamannya, Sedangkan Asasuddin Syirkuh menduduki jabatan menjadi Wazir Besar, Perdana Menteri. Asaduddin setelah beberapa memasuki Kairo mampu membunuh Perdana Menteri Khalifah, Syawar dibantu oleh para jenderalnya dan sesuai dengan permintaan al-'Adhid sendiri. Syawar sebelumnya adalah panglima yang berkuasa dan memerintah pada batasan tertentu di Mesir." Dengan kematian Syawar, Asaduddin telah menjadi orang yang sangat penting di Kairo. Praktis, dengan pengaruh ini, Al-'Adhid hanya mengemban nama sebagai khalifah saja. Namun setelah menaklukkan Kairo, Asaduddin tidak berumur panjang dan ia meninggal dunia dua bulan setelah itu. Setelah Asaduddin, orang-orang berbeda pendapat tentang siapa yang layak menggantikannya sebagai panglima, hingga sesuai dengan permintaan Khalifah Bani Fatimiyyah dan sebagian jenderal, mengangkat Salahuddin Yusuf bin Ayyub sebagai penggantinya dan demikianlah pemerintahan Salahuddin bermula di Mesir, Tak lama setelah pelantikannya dan naik tahta, Salahuddin melakukan razia besar-besaran Ia melakukan perjalanan militer mengamankan jalur sepanjang tepian Sungai Nil sampai daerah utara, Assuan. Sedangkan pamannya segera melakukan pembersihan kabinet dari aksi-aksi KKN besar-besaran. Pada tahun 1171 terjadi peralihan pemerintahan besar-besaran, dari daulat Fatimiyah pada daulat Abassiah. Tapi berkat kepiawaian Shalahuddin tidak terjadi pertumpahan darah atau kericuhan besar. Semua berjalan dengan tenang dan aman. Pada tahun itu pula Salahuddin meresmikan Universitas Al-Azhar yang sebelumnya dijadikan tempat kajian kaum Syi'ah menjadi pusat ilmu Ahlul Sunnah. Pada tahun-tahun pertamanya memegang jabatan sebagai panglima, Shalahuddin Al Ayyubi sekali lagi membuktikan kualitas kepemimpinannya. Selain gagah perkasa di medan laga, ia adalah seorang laki-laki lembut hati dan penyabar dalam kehidupannya sehari-hari. Ia punya kesetiaan yang tinggi dan sangat bersahaja hidupnya. Gemerlap kekayaan dunia tak menyilaukan pandangannya. Dari tahun ke tahun, sebagai panglima, ia selalu berusaha menghalau pasukan salib yang akan mencaplok wilayahnya. Selain itu ia juga selalu berusaha menyatukan kekuasaan dan kekuatan khalifah-khalifah Islam lainnya. Setiap kakinya melangkah ia selalu menyerukan, bahwa umat Islam harus bersatu menghan-curkan kebathilan. Mesir yang saat itu di bawah kekuasaanya menjadi daerah yang benar-benar makmur dan adil. Pada tahun 1173, Sultan Nuruddin Zanki wafat, dan digantikan oleh anaknya yang baru berusia 11 tahun. Banyak para ulama saat itu meminta Salahuddin memangku jabatan khalifah untuk sementara. Usulan itu dilontarkan, karena selain masih muda khalifah baru itu juga belum punya wawasan yang cukup untuk memimpin bangsanya. Tapi Salahuddin tidak menerimanya, ia lebih memilih untuk mendukung dan membantu khalifah muda itu saja. Khalifah Ismail yang masih muda, ternyata tidaklah lama memangku jabatannya. Ia wafat dan tampuk kekuasaan beralih pada Salahuddin Al Ayyubi. Pada masa pemerintahannya inilah islam benar-benar mengalami masa kejayaan. Pasukan salib yang semula sangat berbangga diri, kini mulai mengukur-ukur kekuatan untuk menghadapi Salahuddin. Mau tidak mau pasukan salib merasa gentar juga, karena kekuatan Islam di jazirah Arab dapat dipersatukan oleh Salahuddin. An Nubah, Sudan, Yaman, Hijaz bahkan sampai Afrika pun telah bersatu. 

  • Pemerintahan Bani Fatimiyyah

Pemerintahan Bani Fatimiyyah dapat disebut sebagai pemerintahan Alawi; sebuah pemerintahan yang memiliki wilayah kekuasaan yang luas dan masa pemerintahan yang panjang. Pemerintahan Bani Fatimiyyah bermula semenjak tahun 296 H dan berakhir pada tahun 567. Khalifah Pertama Bani Fatimiyyah bernama al-Mahdi Billah. Ia adalah Abu Muhammad Ubaidillah bin Ahmad bin Ismail Ketiga (Tsalits) bin Ahmad bin Ismail Tsalits (Kedua) bin Ismail A'raj bin Ja'far al-Shadiq As. Adapun terkait nasab-nasab yang dinukil bagi penguasa Bani Fatimiyyah yang lain terdapat perbedaan. Namun apa yang pasti dari perbedaan nasab ini adalah bahwa mereka adalah Alawi dan Ismaili, sambungan nasabnya hingga Ali." Para Khalifah Bani Fatimiyyah banyak membantu penyebaran Syiah di Mesir yang tentunya bukan tempatnya di sini untuk membahas masalah itu. Namun demikian kita akan mencukupkan tulisan ini bahwa Bani Fatimiyyah mengibarkan bendera Syiah dan menyatakan Syiah sebagai mazhab resmi orang-orang Mesir. Kejatuhan Bani Fatimiyyah disebabkan dua hal yang mereka miliki pada akhir-akhir pemerintahannya: Para menteri Bani Fatimiyyah memperoleh kekuasaan besar sehingga memperlemah kekuasaan para khalifah Bani Fatimiyyah. Rapuhnya fondasi-fondasi pemerintahan; para menteri memperoleh kekuasaan dan mereka saling memperbutkan kekuasaan satu sama lain. Perebutan kekuasaan internal ini telah melemahkan internal pemerintahan. Al-'Adhid, Khalifah Terakhir Bani Fatimiyyah tidak terlalu panjang berkuasa karena kebanyakan urusan pemerintahan berada di tangan para menteri. Salah satu menteri yang paling berpengaruh dan paling berkuasa adalah Syawar yang kemudian terbunuh di tangan Asaduddin Syirkuh. Setelah kematian Syawar, Asaduddin mengambil alih urusan pemerintahan Mesir. Asaduddin yang bermazhab Sunni dan merupakan salah seorang mitra koalisi Khalifah Baghdad, mengambil alih urusan pemerintahan yang merupakan penyebar Syiah. Pemerintahan Bani Fatimiyyah memandang dirinya sebagai musuh pemerintahan Baghdad, dan pemerintah Baghdad menujukkan pemerintahan Bani Fatimiyyah berada dalam kondisi yang sangat terjepit. Pengurusan pemerintahan yang berada di tangan Asaduddin disertai dengan penguasa yang lemah, telah menjadi cikal-bakal runtuhnya pemerintahan Bani Fatimiyyah. Setelah Asaduddin, Salahuddin naik takhta kekuasaan dan memberikan beberapa potong tanah yang sangat berharga kepada sanak saudaranya yang datang kepadanya. Ia mempersempit ruang gerak para pendukung Adhid dan ia sendiri yang langsung mengatur urusan pemerintahan. Setelah beberapa lama, Adhid jatuh sakit dan akhirnya meninggal dunia, pada tahun 567. Pada masa itu, masyarakat menunjukkan sikap acuh-tak-acuh terkait dengan seseorang yang namanya harus disampaikan pada mimbar-mimbar sebagai khalifah, hingga hari Jum'at dan seseorang naik ke atas mimbar menyampaikan khutbah dan menyebut nama al-Mustadhi (Khalifah Abbasiyah) dan tiada seorang pun yang protes atas penyebutan nama itu. Di Mesir, setelah itu dan seterusnya, khutbah yang menyebut nama Bani Abbasiyah disampaikan dan Mesir pada saat itu lepas dari pemerintahan Bani Fatimiyyah dan Salahuddin Yusuf bin Ayyub tanpa adanya saingan dan penentang pemerintah di Mesir." Demikianlah pemerintahan Bani Fatimiyyah berakhir dan Salahuddin Ayyub menjadi penguasa tanpa penentang. 

  • Salahuddin al-Ayyubi dan Orang-orang syiah

Pemerintahan-pemerintahan Sunni pada umumnya tidak memiliki hubungan baik dengan orang-orang Syiah. Umumnya mereka berusaha melenyapkan Syiah yang hidup di sekeliling mereka. Bahkan pada kebanyakan hal, para penguasa Sunni berlaku baik dan hormat terhadap pemeluk agama lainnya seperti Yahudi dan Nasrani. Bahkan mereka memberikan jabatan-jabatan kepada mereka. Namun mereka tidak berlaku seperti ini terhadap Syiah. Mereka akan memerangi Syiah dalam bentuk yang terburuk. Pemerintahan Dinasti Ayyubi yang puncaknya diduduki oleh Salahuddin berdasarkan sirah ini, berusaha keras untuk memberantas ajaran Syiah di Mesir. Usaha ini boleh jadi ditopang oleh selaksa dalil. Dan satu hal yang pasti dari dalil tersebut adalah dalil-dalil mazhab. Salahuddin Ayyub adalah seorang pemeluk mazhab Syafi'i yang sangat fanatik dan tidak kuasa membendung keberadaan kaum minoritas seperti Syiah. Salahuddin sedemikian memerangi orang-orang Syiah sehingga seolah-olah menjadi taklif syar'i. Di samping itu, ia juga memiliki dalil-dalil politik; karena pemerintahan Bani Fatimiyyah adalah pemerintahan Syiah dan Salahuddin mengambil alih pemerintahan dari mereka dan sebagai ikutannya ia menganggap orang-orang Syiah sebagai rival yang besar kemungkinan suatu hari orang-orang Syiah akan bangkit melawannnya. Dengan demikian Salahuddin menyatakan perang dan perlawanan melawan Syiah. Namun dengan dua dalil, pelbagai peperangan yang terjadi di luar Mesir, ia berusaha untuk tidak banyak mempekerjakan prajurit di Mesir. Karena itu, ia berusaha menjadikan perang melawan orang-orang Eropa sebagai prioritas pekerjaannya. Pada kesempatan ini kita akan membahas secara ringkas beberapa perlawanan dan terkadang sikap tidak ksatria Salahuddin terkait dengan Syiah. Berperang melawan ajaran-ajaran dan simbol-simbol mazhab Syiah: Salahuddin mengisolir ulama Syiah dan merusak sekolah-sekolah mereka atau merubahnya menjadi sekolah-sekolah Sunni. Ia juga memerintahkan untuk membakar perpustakaan besar Bani Fatimiyyah. Dan yang paling penting adalah syiar-syiar Syiah harus dihentikan. Di antara syiar tersebut adalah Asyura. Salahudin mengumunmkan hari Asyura sebagai hari gembira dan berpesta nasional. Tindakannya ini telah menjadi penghalang besar pelaksanaan acara Asyura di Mesir bagi orang-orang Syiah. Demikian juga, ungkapan "Hayya 'ala Khair al-'Amal" yang merupakan salah satu syiar mazhab Syiah dihapus dari azan. Peristiwa ini terjadi pada tanggal 10 Dzulhijjah 565. Ia menginstruksikan supaya nama-nama para khalifah rasyidun yang merupakan simbol Ahlisunnah disebutkan pada setiap khutbah. Pergantian para hakim Syiah adalah salah satu tindakan Salahuddin dalam melenyapkan Syiah. Dengan menempatkan hakim Syafi'i sebagai ganti hakim Syi'ah berusaha supaya fikih Syiah dihapuskan dan fikih Syafi'i dijalankan di tengah masyarakat Mesir sehingga masyarakat akrab dengan jenis fikih ini. Pada sebagian waktu berujung pada adanya pemberontakan-pemberontakan Syiah di beberapa daerah namun Saluhuddin lebih memilih melakukan kegiatan-kegiatan kultural dan ideologikal, namun ia tetap saja melakukan perlawanan militer melawan Syiah. Menjatuhkan dan mengejar orang-orang Syiah merupakan salah satu pekerjaan serius para menteri di bawah pemerintahan Salahuddin. Pada masa Salahuddin, Syiah adalah sebuah tindak pidana dan orang-orang Syiah akan ditindak secara hukum dan diseret ke hadapan pengadilan yang hakimnya dipilih oleh Salahuddin hanya karena mereka Syiah. Mengatur urusan ekonomi dengan melibatkan pihak pemerintah secara aktif: Pada akhir-akhir pemerintahan Bani Fatimiyyah, kondisi ekonomi masyarakat sangat susah dan dua ratus ribu Dinar yang harus dibayar oleh rakyat setiap tahunnnya. Namun pada masa Salahuddin, ia memberikan kelonggaran kepada rakyat untuk membayar sekali saja pajak mereka. Hal ini dilakukan supaya rakyat akan senantiasa bergantung kepada pemerintahan Salahuddin dan melupakan pemerintahan Syiah dan pemikiran Syiah. Mendirikan sekolah-sekolah Syafi'i: Salahuddin yang berusaha menyebarkan mazhab Syafi'i mendirikan sekolah Syafi'i di Mesir dan melalui madrasah ini kebanyakan alim dan pendakwah Syafi'Ii akan memasuki kehidupan masyarakat sehingga dapat membantu penyebaran mazhab Syafi'i di Mesir.
  • Perang-perang Salib dan Salahuddin
Perang-perang Salib (I, II, III, dan IV) adalah perang yang dikobarkan oleh kaum Kristen melawan kaum Muslimin. Perang Salib ini bermula semenjak tahun 1096 M dan berlanjut hingga dua abad kemudian, Peperangan ini berkecamuk dalam beberapa tingkatan. Peristiwa bersejarah ini dikaji secara detil oleh para sejarawan tentang perang-perang Salib dan Salahuddin. Pada masa-masa perang itu, Salahuddin memerintahkan orang-orang kuat di pelbagai kota dan menguatkan fondasi-fondasi kota-kota supaya orang-orang Eropa tidak mampu mendekati daerah itu. Dari sisi lain, pasukan Salahuddin menyerang kota-kota di Suriah (Syam) yang jatuh di tangan orang-orang Eropa dan menaklukkannya kemudian menangkap orang-orang Eropa. Salahuddin dalam masa kurang dari lima tahun banyak menguasai kota-kota, namun yang lebih penting dari semua itu adalah penaklukkan Baitul Maqdis. pada masa awal persiapan perang, Salahuddin menghimpun kekuatan dan setelah melakukan beberapa perundingan, Salahuddin memutuskan untuk merebut kembali kota suci Baitul Maqdis. Strategi awal yang diterapkan oleh Salahuddin adalah mengajak pasukan salib untuk berdamai. Tapi dasar pasukan salib, bak pepatah dikasih hati meminta jantung. Tawaran damai yang diulurkan Salahuddin dianggap sebagai tanda kekalahan pasukan Islam. mereka akan melakukan pengkhianatan perjanjian damai yang telah disepakati. Ternyata, Salahuddin telah mencium isyarat-isyarat pengkhiatan mereka. Justru itulah langkah kedua yang sudah direncanakan, ketika pasukan salib mengkhianati perjanjian, maka Salahuddin punya alasan untuk memerangi mereka. Dan betul saja, tak menunggu waktu lama kaum salib melakukan pelanggaran. Dengan kekuatan penuh Salahuddin mencoba mengancam pasukan salib yang melanggar. Tapi dengan kekuatan penuh pula pasukan salib menantang. Peperangan terbuka tak bisa dihindari, pedang lawan pedang, darah bercucuran. Salahuddin Al Ayyubi turun ke medan laga dengan gagah berani menerjang lawan. Tapi sayang pasukan Salahuddin kocar-kacir berantakan. Ia kalah, serangan pertamanya ke Baitul Maqdis mengalami kegagalan. Bahkan Salahuddin sendiri nyaris tertawan musuh karena kekalahan itu. Di saat yang seperti itu, ada sebuah peristiwa yang sangat mengejutkan. Di tengah terjadinya kancah peperangan antara pasukan salib dan tentara Salahuddin, seorang panglima pasukan salib Count Rainald de Chatillon dengan membawa pasukan besar menuju Makkah dan Madinah. Dengan pasukan yang lengkap persenjataannya dan gegap gempita pasukannya ia hendak meluluhkan dua kota suci, Makkah dan Madinah. Tak ubahnya pasukan gajah yang dulu hendak menghancurkan Ka'bah, pasukan Count Rainald de Catillon pun membawa niat yang sama. Tapi nasibnya memang tak lebih dari pasukan gajah pimpinan raja Abraha, pasukan salib pun dapat dihancurkan oleh kekuatan Islam di laut merah. Dengan sisa-sisa pasukannya Count Rainald de Catillon kembali lagi ke Jerussalem dengan tangan hampa. Dalam perjalanan pulangnya ia melakukan perusakan dan pembantaian penduduk sipil yang tak berdaya. Sisa pasukannya melampias-kan kekalahan dengan biadab dan manusiawi. Di tengah perjalanan itu pula ia dan pasukannya bertemu dengan rombongan kabilah. Dalam rombongan kabilah itu kebetulan sekali terdapat salah seorang saudara perempuan Shalahuddin Al Ayyubi. Bak singa menemukan mangsa, tanpa pikir panjang lagi kabilah kecil itu di hancur lumatkan pula. Ia menawan saudara perempuan Salahuddin dan sesumbar pada orang-orang tentang kemenangan kecilnya. Dengan angkuh ia berkata, "Apakah Muhammad, nabi mereka itu, mampu datang dan menyelamatkan pengikutnya? Ekspedisi penyerangan pertama Salahuddin, sebenarnya tak gagal total seperti yang banyak dituliskan dalam sejarah. Kegagalan itu lebih sebagai, test case, uji kekuatan. Sejauh mana power lawan. Perjanjian damai yang dilanggar oleh pasukan salib seakan-akan memberi izin pada Salahuddin untuk melakukan penyerangan yang kedua kali. Peristiwa penyanderaan saudara perempuan Salahuddin adalah pemicu peperangan yang lebih besar lagi. Salah seorang anggota kabilah yang luput dari maut berhasil meloloskan diri. Ia melaporkan kejadian tersebut pada Salahuddin. Demi mendengar perjanjian damai yang dibuat dikoyak-koyak dengan biadab, amarah Salahuddin langsung memuncak. Salahuddin segera mengirim utusan, meminta pihak pasukan salib segera membebaskan tawanan seperti yang tertulis dalam perjanjian. Tak hanya saudara perempuan Salahuddin yang diminta pembebasanya, semua tawanan Jerussalem, harus segera dibebaskan. Tapi permintaan itu tak mendapat jawaban. Pasukan salib acuh, bahkan menganggap utusan Salahuddin seperti angin lalu. Diperlakukan demikian, untuk menjaga wibawa, segera Salahuddin mengumpulkan kekuatan perang. Pasukan salib pun tak tinggal diam, dengan kekuatan yang besar pula mereka menantang. Dan, perangpun tak dapat dihindarkan. Gunung Hattin adalah tempat pertemuan kedua tentara raksasa tersebut. Maka, pertempuran dahsyat Salahuddin versus pasukan salib juga disebut dengan perang Hattin.
pertempuran yang berkobar
Berhari-hari kedua pasukan beradu laga. Kekuatan tak tanggung-tanggung dikerahkan. Dengan izin Allah, pasukan Salahuddin dapat meraih kemenangan. Tentara musuh yang berjumlah lebih dari 45.000 orang hancur berantakan. Hanya ribuan saja yang tersisa dan segera lari tunggang langgang. Sebagian lagi berhasil tertawan. Salah seorang yang berhasil ditawan adalah seorang bangsawan, Count Rainald de Chatillon. Semua tawanan diangkut ke Damaskus, dengan perlakuan manusiawi tanpa penyiksaan. Count Rainald yang sebelumnya telah menawan saudara perempuan Salahuddin dan melecehkan Rasulullah pun mendapat perlakuan baik pula. "Sekarang bagaimana, apakah telah nampak olehmu, bahwa aku saja cukup untuk mewakili Nabi Muhammad saw? Apakah aku tidak cukup menjadi pengganti dan melakukan pembalasan pada penghinaan yang sudah kau berikan?" Tanya Salahuddin pada Count Rainald saat ia dibawa kehadapan mahkamah agung. Dengan kepala tertunduk dan muka merah karena malu Count Rainald de Catillon tak bisa berkata-kata. Salahuddin mengajak Count Rainald untuk memeluk Islam dan melakukan taubat. Tapi ternyata ia tetap diam saja laksana batu. Maka hukuman pun dijatuhkan, Count Rainald de Catillon dijatuhi hukuman mati karena sudah berani menghina dan melecehkan Rasulullah. Setelah perang Hittin, kemenangan-kemenangan lain berturut-turut diraih pasukan Shalahuddin Al Ayyubi. Akhirnya, rencana yang sudah lama dinanti-nanti datang juga masanya. Tujuan besar yang sejak awal memang jadi impian Salahuddin dan pasukan Islam, yakni membebaskan tanah suci Baitul Maqdis datang juga kesempatannya. Berbekal segala kebutuhan dan perlengkapan perang, Salahuddin berangkat menyongsong kemenangan. Kala itu kota Jerussalem dipenuhi oleh banyak pelarian dari perang Hittin. Tak kurang jumlah 60.000 pasukan berkumpul di dalam kota Jerussalem. Mereka siap menanti kedatangan pasukan Salahuddin yang gagah berani.
Pasukan Muslim dipimpin Salahuddin mengepung Pasukan Salib di Lembah Hittin
Sesampainya Salahuddin diperbatasan segera ia memerintahkan anak buahnya untuk mengepung dari segala penjuru mata angin. Empat puluh hari empat puluh malam Salahuddin mengepung Jerussalem dengan pasukan penuh. Dan selama itu pula pasukan musuh hanya berani berdiam diri saja di dalam kota pertahanan. Setelah empat puluh hari berlalu, Salahuddin kemudian mengumumkan dan meminta kota suci Baitul Maqdis diserahkan. Dengan mematuhi adab-adab berperang dalam Islam, Salahuddin berjanji tidak akan berlaku kasar apalagi melukai. Ia tidak akan berbuat sama dengan yang dilakukan Godfrey dan orang-orangnya. Salahuddin berjanji tidak akan ada setetespun darah menceceri tanah jika kota Jerussalem diserahkan dengan damai pada pasukannya. Tapi seperti yang telah diduga, pasukan salib menolak dan mencaci tawaran Salahuddin. Bahkan mereka menyerukan komando untuk berperang habis-habisan melawan Salahuddin. Gayungpun bersambut, kaum Kristen menjual, pasukan Salahuddin membeli. Seruan perang pasukan Kristen dibalas dengan janji Salahuddin yang akan menghabiskan seluruh kaum Kristen di dalam kota yang melawan, Dan seranganpun dilancarkan. Anak panah api dan tombak dilontarkan. Seruan-seruan perang seakan-akan hendak meruntuhkan langit kota Jerussalem. Gegap gempita peperangan melambung tinggi ke angkasa. Debu-debu peperangan mengepul menjulang ke awan. Hari itu benar-benar hari pembalasan terhadap pembantaian yang dilakukan pasukan salib 90 tahun silam. Kaum salib bertahan di dalam benteng dengan seluruh kekuatan. Peperangan tergelar selama empat belas hari tanpa henti. Sedikit demi sedikit pasukan salib menyaksikan kekalahannya. Pintu-pintu benteng pelan-pelan hancur dan roboh oleh tentara muslim. Pasukan demi pasukan Islam berhasil masuk ke jantung pertahanan kaum salib. Suasana benar-benar mencekam bagi orang-orang salib. Kekalahan yang di ambang mata itu membuat beberapa pimpinan pasukan salib menyelinap dan menemui Salahuddin. Pada Salahuddin mereka tanpa malu meminta perlindungan dan akan menyerahkan kota dengan damai dan tenang. "Aku tak akan menaklukkan kota ini kecuali dengan kekerasan sebagaimana kamu dulu melakukannya. Aku tidak akan membiarkan seorangpun di antara kalian melainkan akan kubunuh seperti kalian telah membunuh seluruh saudara-saudaraku seiman dulu," demikian Salahudin menjawab bujuk rayu para bangsawan pasukan salib itu. Delegasi perayu pertama telah gagal. Delegasi keduapun dikirim maju. Kali ini yang datang adalah kepala pelabuhan kota Jerussalem sendiri. Dengan kata-kata manis bak bulu perindu ia merayu Salahuddin, tapi tetap gagal juga. Lalu mereka mengeluarkan ancaman. "Jika tuan tak hendak berdamai dengan kami, kami akan kembali dan membunuh semua tawanan yang ada pada kami. Setelah itu kami akan membunuh anak, cucu dan wanita kami sendiri, kemudian kami akan membumihanguskan seluruh kota. Baru kami akan maju lagi untuk berperang dengan Anda," kata sang kepala pelabuhan. Ancaman itu membuat hati Salahuddin melemah. Bagaimana tidak, tawanan kaum muslim yang ada pada mereka sebanyak 4000 orang bukan jumlah yang kecil. Akhirnya Salahuddin mengumpulkan semua alim ulama untuk meminta pendapatnya. Pendapat mereka tentang sumpah keras yang sudah dikeluarkan. Fatwapun turun, Salahuddin boleh membatalkan sumpahnya yang akan menumpas habis kaum salib dengan membayar kifarat atau denda seperti yang sudah ditentukan. Setelah itu berlangsunglah penyerahan kota secara aman dan damai, Hampir-hampir tak ada pembalasan dendam. Tuntunan perang yang mulia dalam Islam sekali lagi dibuktikan oleh Salahuddin Al Ayyubi, Penduduk Jerussalem dibebaskan dengan syarat. Mereka harus membayar tebusan, sepuluh dinar untuk laki-laki dan dua diar untuk anak-anak dan perempuan. Dan untuk yang tak sanggup membayar tebusan akan tetap dijadikan sebagai tawanan. Semua senjata dan rumah harus mereka tinggalkan. Mereka boleh kemana saja mereka suka dengan aman. Jaminan diberikan, bahwa mereka tak akan mendapat gangguan dari pasukan Islam. Kota Baitul Maqdis merupakan salah satu tempat strategis dan sangat penting dari sudut pandang keagamaan. Baitul Maqdis adalah tempat strategis dan ideologis, Kota ini pada perang Salib I jatuh di tangan orang-orang Kristen dan Salahuddin mampu mengambil alih kota tersebut dari tangan orang-orang Kristen.
pembebasan kota suci Baitul Maqdis
Hari Jum'at 27 Rajab 583 Hijriah, dengan suara takbir menggema kaum muslimin memasuki kota suci Baitul Maqdis dengan gegap gempita. Air mata menetes membasahi pipi Salahuddin Al Ayyubi. "Allahu Akbar," gumamnya pelan dengan nada haru yang luar biasa. Kayu-kayu salib dan gambar-gambar rahib diturunkan dari tembok dan tiang-tiang pancang. Hari itu adalah hari kemenangan Islam. Salahudin dengan menaklukkan Baitul Maqdis dan membebaskannya dari tangan orang-orang Kristen, mampu membuat namanya terkenal dan terpatri di seantero penjuru kota Islam, Kiprah Salahuddin khususnya dalam peperangan Salib, menjadi sebab ia dikenal dan dihormati di kalangan kaum Muslimin khususnya Sunni dan kebanyakan ulama dan sejarawan Sunni menyebut namanya dengan harum. 

  • Wafatnya Salahuddin
Makam Salahuddin Al-Ayyubi
Pada bulan Shafar tahun 589, Salahuddin Al-Ayyub panglima Mesir, Suriah, al-Jazirah dan kota-kota lainnya, tutup usia di Damaskus. Ia menjadi penguasa di Mesir pada tahun 564 H. Ia sakit disebabkan karena ia pergi untuk menemui jama`ah haji. Ia pulang dan jatuh sakit. Sakitnya sangat keras. Ia bertahan selama 8 hari dari saat ia jatuh sakit, lalu meninggal dunia, perlu diketahui bahwa beliu meninggal tanpa meninggalkan harta,hartanya tidak cukup untuk biaya pemakaman beliau.Subhanallah

No comments :

Post a Comment