Sekelumit Tentang Negeri Spanyol (Andalusia)
Spanyol terletak di barat daya benua
Eropa pada Semenanjung Iberia,
berbatasan darat langsung dengan Portugal di sebelah barat dan Prancis di
sebelah timur laut. Spanyol bagian selatan dekat dengan Benua Afrika,
dipisahkan oleh Selat Gilbraltar. Sebelah timur Spanyol disisir oleh
Laut Mediterania, sedangkan sebelah utara terdapat Teluk Biscay yang
dibentuk oleh daratan Spanyol dan Prancis. Wilayahnya mencakupi kepulauan Canary di
Samudra Atlantik dan kepulauan Baleares di Laut
Mediterania. Spanyol (Andalusia) adalah negeri
kaum Muslimin yang pernah ditaklukan oleh panglima perang Thariq bin Ziyad.
Negeri Andalusia yang pernah dikuasai kaum Muslimin dan sempat mencapai
kegemilangan di bidang ilmu pengetahuan di bawah pemerintahan Islam kini telah
dikuasai Nasrani.
Sejarah Penaklukan Negeri Spanyol (Andalusia)
Setelah
Rasulullah Saw wafat, Islam menyebar dalam spektrum yang luas. Tiga benua lama
Asia, Afrika, dan Eropa pernah merasakan rahmat dan keadilan dalam naungan
pemerintahan Islam. Tidak terkecuali Spanyol (Andalusia). Ini negeri di daratan
Eropa yang pertama kali masuk dalam pelukan Islam di zaman Pemerintahan
Kekhalifahan Bani Umayyah.
Sebelumnya,
sejak tahun 597 M, Spanyol (Andalusia)
dikuasai bangsa Gotic, Jerman. Raja Roderick yang berkuasa saat itu. Ia
berkuasa dengan zalim. Ia membagi masyarakat Spanyol (Andalusia) ke dalam lima
kelas sosial. Kelas pertama adalah keluarga raja, bangsawan, orang-orang kaya,
tuan tanah, dan para penguasa wilayah. Kelas kedua diduduki para pendeta. Kelas
ketiga diisi para pegawai negara seperti pengawal, penjaga istana, dan pegawai
kantor pemerintahan. Mereka hidup pas-pasan dan diperalat penguasa sebagai alat
memeras rakyat. Kelas keempat adalah para petani, pedagang, dan kelompok
masyarakat yang hidup cukup lainnya. Mereka dibebani pajak dan pungutan yang tinggi.
Dan kelas kelima adalah para buruh tani, serdadu rendahan, pelayan, dan budak.
Mereka paling menderita hidupnya.
Akibat
klasifikasi sosial itu, rakyat Spanyol (Andalusia) tidak Betah tinggal Di
negeri tersebut. Sebagian besar mereka hijrah ke Afrika Utara. Di sini di bawah
Pemerintahan Islam yang dipimpin Musa bin Nusair, mereka merasakan keadilan,
kesamaan hak, keamanan, dan menikmati kemakmuran. Para imigran Spanyol itu
kebanyakan beragama Yahudi dan Kristen. Bahkan, Gubernur Ceuta, bernama Julian,
dan putrinya Florinda yang dinodai Roderick ikut mengungsi.
Melihat
kezaliman itu, Musa bin Nusair berencana ingin membebaskan rakyat Spanyol (Andalusia)
sekaligus menyampaikan Islam ke negeri itu. Khalifah Al-Walid bin Abdul Malik
memberi izin. Musa segera mengirim Abu Zar’ah dengan 400 pasukan pejalan kaki
dan 100 orang pasukan berkuda menyeberangi selat antara Afrika Utara dan
daratan Eropa.
Kamis,
4 Ramadhan 91 Hijriah atau 2 April 710 Masehi, Abu Zar’ah meninggalkan Afrika
Utara menggunakan 8 kapal dimana 4 buah adalah pemberian Gubernur Julian.
Tanggal 25 Ramadhan 91 H atau 23 April 710 H, di malam hari pasukan ini
mendarat di sebuah pulau kecil dekat Kota Tarife yang menjadi sasaran serangan
pertama.
Di
petang harinya, pasukan ini berhasil menaklukan beberapa kota di sepanjang
pantai tanpa perlawanan yang berarti. Padahal jumlah pasukan Abu Zar’ah kalah
banyak. Setelah penaklukan ini, Abu Zar’ah pulang. Keberhasilan ekspedisi Abu
Zar’ah ini membangkitkan semangat Musa bin Nusair untuk menaklukan seluruh Spanyol.
Maka, ia memerintahkan Thariq bin Ziyad membawa pasukan untuk penaklukan yang
kedua.
Thariq
bin Ziyad berasal dari bangsa Barbar, saat ini merupakan daerah sekitar
Algeria. Mengenai
sukunya, para sejarawan masih berbeda pendapat, dari suku Nafza atau suku
Zanata. Ia bekas seorang budak yang kemudian dimerdekakan oleh Musa bin
Nushair, Gubernur Afrika Utara dari dinasti Umayyah ketika menaklukkan daerah
Tanja (ujung Maroko). Di tangan Musa ini pula ia memeluk Islam bersama
orang-orang Barbar lainnya.
Thariq
berperawakan tinggi, berkening lebar, dan berkulit putih kemerahan. Dia masuk
Islam di tangan seorang komandan muslim bernama Musa bin Nusair, orang yang
dikagumi karena kegagahan, kebijaksanaan dan keberanianya.Setelah masuk Islam, mereka menjalankan
seluruh syariat Islam dengan taat. Oleh karena itu, sebelum Musa bin Nushair
pulang ke Afrika, ia meninggalkan beberapa orang Arab untuk mengajari mereka
Al-Qur’an dan syariat Islam. Setelah itu Musa bin Nushair mengangkat Thariq,
yang merupakan prajurit Musa yang terkuat, menjadi penguasa daerah Tanja dengan
19.000 tentara dari bangsa Barbar, lengkap dengan persenjataannya.
Pada bulan Rajab tahun 97 H (Juli 711 M), Thariq bin
Ziyad mendapat perintah dari Musa bin Nushair untuk membebaskan semenajung Andalusia.
Maka, dengan 7000 prajurit yang sebagian besar dari bangsa Barbar, Thariq
berangkat menyeberangi selat Andalusia yang jaraknya 13 mil dengan
perahu-perahu pemberian Julian, gubernur Ceuta di Afrika Utara, yang bersekutu
dengan kaum muslimin untuk menentang raja Roderick, penguasa kerajaan Visigoth
di Andalusia.
Pada bulan Ramadhan 97 H pasukan Kaum Muslimin mendarat
di pantai karang Andalusia. Thariq beserta pasukannya dihadapkan dengan 25.000
prajurit Visigoth. Sebuah peperangan yang tidak seimbang dalam segi jumlah.
Tapi tentu saja, bagi kaum muslimin hal itu sama sekali bukan masalah. Bukankah
sekian banyak peperangan yang dimenangkan oleh kaum muslim, adalah ketika
jumlah mereka jauh lebih sedikit dari musuh.
Pada mulanya kedatangan pasukan Thariq ini membuat heran
Tudmir, penguasa setempat yang berada di bawah kekuasaan Raja Roderick, karena
mereka datang dari arah yang tidak diduga-duga, yaitu dari arah laut. Namun, yang
fenomenal adalah, tindakan yang diambil oleh sang panglima Thariq bin Ziyad
yang memerintahkan pembakaran kapal-kapal yang telah membawa para pasukan kaum
muslimin!!!! Sebuah langkah yang sampai sekarang dicatat dalam sejarah sebagai
suatu bentuk keberanian dan keyakinan yang tiada banding, yang hanya bisa
dilakukan atas dasar keimanan yang besar dan keyakinan akan pertolongan Allah
SWT ditengah suasana pertempuran dan kondisi pasukan muslim yang saat itu
sedang melaksanakan ibadah puasa Ramadhan.
Sebuah pidato panjang yang
disampaikan oleh panglima mereka, Thariq bin Ziyad yang membuat jiwa kaum
muslimin yang siap berjihad menggelora.
“Wahai saudara-saudaraku, lautan ada di belakang kalian, musuh ada di depan kalian, ke manakah kalian akan lari?, Demi Allah, yang kalian miliki hanyalah kejujuran dan kesabaran. Ketahuilah bahwa di pulau ini kalian lebih terlantar dari pada anak yatim yang ada di lingkungan orang-orang hina. Musuh kalian telah menyambut dengan pasukan dan senjata mereka. Kekuatan mereka sangat besar, sementara kalian tanpa perlindungan selain pedang-pedang kalian, tanpa kekuatan selain dari barang-barang yang kalian rampas dari tangan musuh kalian. Seandainya pada hari-hari ini kalian masih tetap sengsara seperti ini, tanpa adanya perubahan yang berarti, niscaya nama baik kalian akan hilang, rasa gentar yang ada pada hati musuh akan berganti menjadi berani kepada kalian. Oleh karena itu, pertahankanlah jiwa kalian!!”
Selanjutnya
ia berteriak kencang: “Perang atau mati!” Pidato yang menggugah itu
merasuk ke dalam sanubari seluruh anggota pasukannya. Dan Pasukannya
Meneriakkan dengan Kalimat “Allahu Akbar”.
Dan
pada 19 Juli 711 M, pasukan Thariq yang saat itu berjumlah 12000 personil
setelah ada tambahan pasukan dari Ifriqiya, berhadapan dengan Raja Roderick dan
pasukannya di mulut sungai (Rio) Barbate. Peperangan di bulan Ramadhan itu
berlangsung sengit selama delapan hari. Pasukan Roderick pada awalnya sempat
unggul, namun kelemahan di sayap kiri dan kanan pasukan mereka berhasil
dimanfaatkan oleh Pasukan Islam. Dan pasukan Roderick pun terdesak, hingga
akhirnya dipukul mundur. Pasukan Islam berhasil meraih kemenangan gemilang.
Roderick sendiri menghilang, dan dia di duga tenggelam di Sungai Barbate. Kuda dan
sepatunya ditemukan di tepi sungai.
Gubernur
Musa bin Nusair lalu mengirim surat kepada Khalifah Al-Walid, melukiskan
jalannya peperangan Rio Barbate. “Penaklukan ini berbeda dari
penklukan-penaklukan lain. Peristiwa seperti kiamat,” tulisnya.
Kemenangan
telak dalam pertempuran di Sungai Barbate itu membentang jalan bagi masuknya
Thariq bin Ziyad menuju kota Sevilla yang dijaga oleh benteng-benteng kuat.
Tapi sebelum merebut Sevilla, Thariq lebih dulu menaklukkan daerah-daerah lain
yang lebih lemah. Sebagian ditaklukkan dengan cara damai, tapi sebagian
terpaksa dengan kekerasan karena warga setempat melawan. Mereka bersikap ramah
terhadap penduduk yang tidak melawan.
Pasukan
Thariq yang sudah lebih besar karena ada tambahan pasukan baru, kini mengarah
ke Toledo, ibukota Visigoth (Gotik Barat). Di jalan ke Toledo itu mereka
menyapu kota Ecija dimana sempat terjadi perdamaian dan menerima kekuasaan
Muslim atas wilayah itu.
Dengan
cepat Thariq berusaha menaklukkan sebagian besar tanah Spanyol, yang oleh orang
Arab dinamakan Al-Andalus (Andalusia) itu. Ia lalu membagi-bagi pasukannya ke
dalam beberapa kelompok. Satu pasukan berhasil merebut Arkidona tanpa
perlawanan, dan pasukan lainnya juga dengan mudah merebut kota Elvira dekat
Granada. Ia lalu menaklukkan Cordoba dan sebagian wilayah Malaga. Kemudian
diteruskan dengan mengepung Granada yang berhasil ditaklukkan dengan jalan
kekerasan.
Thariq
lalu menuju ibukota Toledo. Di dalam perjalanan dia menyerang kota Murcia dan
menghancurkan kerajaan tersebut. Ketika pasukan Islam di Toledo ternyata para
pemimpin Gotik telah meninggalkan wilayah itu. Thariq memasukinya dengan mudah.
Ketika itu pasukannya didukung pula oleh ksatria-ksatria Kristen lokal yang tak
suka kekuasaan Bangsa Gotik Barat di negaranya.
Thariq
terus mengejar para pejabat Gotik ke gunung, hingga mendapatkan harta rampasan
yang sangat banyak. Harta dan para tawanan dibawa ke Toledo. Di sana para
tawanan dipekerjakan untuk membangun kembali kota itu, antara lain dengan
membangun 365 tiang terbuat dari batu Zabarjud.
Musa
bin Nusair lalu mengirim surat kepada Thariq bin Ziyad, dan memerintahkannya untuk
menghentikan gerakan, dan tetap berada di tempat surat itu tiba. Tapi, Thariq
malah mengumpulkan para pejabatnya, merundingkan strategi perang.
Semuanya berpendapat melaksanakan perintah Musa akan mempersulit strategi
perang mereka. Sebab, sudah terbuka untuk merekrut pasukan asal Toledo dan
meraih momentum untuk menyerang lawan yang belum menyadari situasi.
Karena
itu Thariq melanjutkan penaklukan seraya merekrut milisi dari warga Toledo yang
sudah kalah. Thariq mengabarkan keputusannya ini kepada Musa bin Nushair
disertai alasan-lasannya.
Ketika
pesan Thariq sampai, Musa langsung berangkat ke Spanyol pada bulan Juni
712 M dengan membawa 18.000 tentara, kebanyakan orang Arab. Dan seperti yang
pernah disepakati dengan Thariq, pasukan Musa bin Nushair segera menuju
Sevilla, kota terkuat Spanyol saat itu. Sebelum ke Sevilla pasukan Musa
menaklukkan Medina Sidon dan Carmona. Musa mengepung ketat kota Sevilla dan
akhirnya berhasil menghancurkan kota pusat kebudayaan Spanyol itu. Namun
kota itu ditinggalkan Musa dalam keadaan kobaran api dan ia melanjutkan
perjalanan ke arah Toledo.
Warga
Sevilla tetap tak rela terhadap pendudukan oleh pasukan Muslim di sana. Setelah
panglima Musa bin Nushair meninggalkan kota itu, milisi Sevilla kembali beraksi
mengobarkan pemberontakan. Mereka dapat membunuh tentara Muslim. Mendengar
berita itu, Musa segera mengirim anaknya Abdul Aziz, untuk kembali ke Sevilla.
Ia sendiri terus menuju Toledo.
Mendengar
kabar akan datangnya panglima utamanya, Musa bin Nushair, Thariq segera keluar
ke perbatasan Toledo untuk menyambut Musa. Namun Musa sangat marah kepadanya.
Thariq dianggap telah mengabaikan perintahnya untuk menghentikan sementara
penaklukkan sampai ia datang ke Spanyol. Begitu marahnya Musa sampai ia
memasukkan jendralnya itu ke dalam penjara layaknya seorang penjahat.
Di
depan sidang dewan pertahanan, Musa menyatakan memecat Thariq bin Ziyad, dengan
tujuan memperbaiki segala sesuatu yang telah dilakukan Thariq. Sekalipun Thariq
berupaya menjelaskan bahwa keputusannya itu dilakukan demi kemaslahatan kaum
Muslimin dan sudah dimusyawarahkan dengan para penasehat, Musa tetap teguh pada
pendiriannya. Ia mengganti Thariq dengan Mughits bin Al-Harits, tapi Mughits
menolaknya. Ia segan menjadi komandan di atas Thariq sang pemberani.
Mughits
bahkan bertekad membela Thariq bin Ziyad. Diam-diam dia mengirim kabar kepada
Khalifah Al-Walid bin Abdul Malik tentang situasi yang berkembang.
Al-Walid sangat marah mendengarnya. Ia lalu menyurati Musa dan
memerintahkan agar kedudukan Thariq dipulihkan sebagai komandan pasukan. Dan
Musa menaati perintah pemimpinnya di Damaskus itu.
Kemudian
kedua panglima itu bergerak terus ke utara, hingga berhasil menaklukkan
Castilla, Aragon dan Catalonia (Barcelona). Keduanya bahkan sampai ke
pegunungan Pyrennes yang menjadi batas antara Spanyol dan Perancis. Sekiranya
tidak ada perintah dari Damaskus untuk menghentikan penaklukan, niscaya gerakan
mereka berdua tak tertahankan untuk menguasai seluruh benua Eropa.
Perjalanan
hidup panglima Thariq bin Ziyad, sang penakluk Spanyol yang agung telah menjadi
bagian dari sejarah patriotisme Islam melalui penaklukan Spanyol (Andalusia). Nama pejuang
Islam ini begitu harum, hingga diabadikan di semenanjung perbukitan karang
setinggi 425 m tempat pasukan Thariq mendarat pertama kali di pantai tenggara
Spanyol, yaitu Gibraltar atau Jabal Tariq.
Dalam kitab Tarikh al-Andalus, disebutkan bahwa
sebelum meraih keberhasilan ini, Thariq telah mendapatkan firasat bahwa ia
pernah bermimpi melihat Rasulullah SAW bersama keempat Khulafa’Al-Rasyidin
berjalan di atas air hingga menjumpainya, lalu Rasulullah Saw memberitahukan
kabar gembira bahwa ia akan berhasil menaklukkan Spanyol(Andalusia). Kemudian
Rasulullah Saw menyuruhnya untuk selalu bersama Kaum Muslimin dan menepati
janji.